Selasa, 02 Juni 2009

Catatan Sutradara Kampung Hilang

MENENGOK IDENTITAS LEBIH DALAM


Ketika seorang anak usia sekolah dasar ditanya, darimana asal air, ia akan menjawab: dari kran. Bagaimana lagi, sekolah kita menjauhkan anak-anak dari lumpur dan mata air. Kecurigaan semacam ini pernah dilontarkan Aprizal Malna, saat diskusi pada Festival Teater Aternatif GKJ Awards 2003. Saya berminat meneruskan atensi seperti ini ke dalam analisa yang lebih konstruktif, tentunya dengan fakta yang teruji.

Benar, saya pun menemui, ketika seorang anak usia sekolah dasar diminta membedakan mana kerbau, keledai, mana sapi dan kuda, akan terjadi perdebatan antara mereka. Juga akan terjadi diskusi hangat antar mereka menjawab pertanyaan berikutnya: Bisakah itik berkokok?; Apa beda kacang padi dan kacang panjang?; apa beda merah sago dan merah lado? Dan serentetan pertanyaan lain menunggu.

Saya pun jadi percaya, bahwa jika ingin mengerti anjing, bertanyalah pada seorang peburu. Mau memahami laut, bercengkeramalah dengan nelayan dan seterusnya. Merumuskan dan mengenali identitas tidak bisa dilakukan hanya dengan mengelompokkan ciri-ciri fisik saja. Di balik konstruksi fisik, terdapat cara pandang, pemahaman, dan ini disebut dengan jiwa identitas. Teorinya, sih, begitu.

Realitas yang tidak jauh berbeda saya temui sepanjang melakukan penelitian di Centre for Cultural Research an Socialization (C2RS) dengan mengusung beberapa tema: Jejak Kerajaan di Minangkabau, posisi Minangkabau dalam bela negara, kasus PDRI dan PRRI. Setiap kali bertanya kepada masyarakat Minagkabau itu sendiri: berapa kerajaan di Minangkabau? Apakah nilai budaya Minangkabau yang masih Anda pegang dan praktikkan dalam kehidupan sehari-hari? Kemanakah Anda menyelesaikan sengketa, ke lembaga Adat atau ke lembaga hukum negara? Jawabannya, rata-rata setara dengan jawaban anak usia sekolah dasar menjawab pertanyaan apa beda kuda dengan keledai?

Maka, ada satu pertanyaan yang tak masuk akal bagi banyak orang. Apakah Anda tahu Kampung Hilang? Atau jangan-jagan Anda berasal dari Kampung Hilang? Dari pertanyaan seputar Kampung Hilang tersebutlah, sebuah pertunjukan teater dirancang dengan mencoba mengapresiasi realisme magic, tampil sebagai wujud sublimasi terhadap kecenderungan bercerita masyarakat Latin.

Kampung Hilang mungkin saja isu, mitos. Tetapi pada tingkat pemahaman tertentu, Kampung Hilang itu benar-benar ada. Sebab, sepanjang era krisis ini, energi untuk mengurus identitas diri, budaya, dan ideologi lainnya sering tidak tersedia cukup. Jangankan kampung, tubuh yang setiap hari diusung manusia, juga bisa “hilang” di belantara kesibukan dan jejaring sistem yang melembagakannya.

Padang, 31 Juni 2009

Zelfeni Wimra

Tidak ada komentar: